"Lha wong ada yang mau kok...mbok sat set"
Aku kaget. Langsung kujawab yang tak kalah gilanya.
"Emang harus nikah pak? Urgensi nikah apa pak? Banyak juga yang menyesal karena nikah muda."
"Terserah Tya. Wong wis tua kok. Welah lha nek ora nikah sek arep ngurusi sampean di hari tua. Sik arep mendoakan nek sampean meninggal ki sopo? Tapi nek sanggup hidup sendiri yo gapapa. Ga usah nikah."
Aku terdiam saja mendengar balasan wa dari guruku.
"Aku banyak stok lho."
Lalu beliau mengirimkan video berdurasi 14 detik kepadaku. Nampak dua orang cowok yang satu berkacamata dan yang satunya tanpa kacamata. Keduanya memakai peci hitam sedang membaca quran dan sedang divideo oleh beliau. Karena beliau biasanya menyimak bacaan quran. Tidak heran karena beliau memang hafidz.
"Ini jomblo PT X. Tak kenalke kalau mau. Tapi yang kacamata sudah nikah kemarin."
"Katanya banyak stok pak. Itu sisa satu." Jawabku.
"Ya besok sore yang gudang. Banyak jomblo. Tak video. Tapi rata-rata lulusan SMA."
"Tya juga lulus SMK pak." Jawabku sekenanya.
"S1 lho." Jawab beliau.
"Mau beneran pho? Ada anak gudang banyak yang sedang cari istri. Lumayan sudah pada kerja. Walaupun penghasilan 3 juta per bulan. Mau nggak? Tapi perokok semua lho. Yang nggak merokok itu cuma aku xixi."
Lalu beliau melanjutkan ceritanya.
"Tapi kalau kerja di PT X itu kalau sudah lama lebih dari 4 tahun dapat umroh. Anaknya juga gratis sekolah dibiayai sama PT. Tapi harus di pesantren sekolahnya."
Aku jawab begini.
"Tya sensitif kalau ada bau rokok pak."
"Haha ya sana cari aja sendiri."
Aku ngakak membaca pesan terakhir. Usia segini emang gawat-gawatnya. Kalau boleh aku bandingkan ini lebih berat dari semester akhir. Jujur. Sudah berkali-kali aku hendak dijodohkan dari yang halus sampai yang frontal.
Ini contoh yang halus.
"Mau nggak Mbak Tya tak kenalin. Dia lulusan sarjana hukum UGM lho. Tinggi. Peternak jamur. Kalau sama Mbak Tya kayaknya cocok. Karena dia carinya yang muslimah gitu."
Ini contoh yang halus. Agak menengah seperti ceritaku di atas. Kalau yang bar-bar ini aku pernah hampir dijodohin sama takmir masjid dekat rumah.
Tiba-tiba saja adekku disamperin oleh beliau. Karena wajahku sangat mirip dengan adekku maka pantas saja kalau adekku dikira aku saat itu.
"Mau nggak tak jodohin sama orang sana (rumahnya 5 km saja dekat pantai selatan. Sedangkan rumah kami 25 km dari pantai). Kalau mau tak kenalin. Dia sedang cari jodoh orang sini."
Gubrak. Diantara banyaknya gadis di lingkungan tempatku tinggal kenapa harus aku yang dijodohin. Aku nggak mau. Titik. Emang aku kayak barang aja. Harus segera 'dijual'.
***
Ketika aku disamping adekku. Aku bertanya.
"Emang standarku ketinggian ya?"
"Standar memang harus tinggi. Kalau bisa memang yang tidak bisa digapai pokoknya. Karena dengan standar yang tinggi kita jadi fokus memperbaiki diri Jadi value kita ikut naik."
Ah emang benar.
Bantul, 15 Desember 2023
09:12 WIB
Komentar
Posting Komentar