Sudah dua tahun lebih covid 19 melanda dan menginfeksi masyarakat di dunia. Tak terkecuali di negara Indonesia. Statistik menunjukkan bahwa kurva semakin melandai. Tidak seperti pada bulan Juli tahun 2021 lalu. Setiap hari ada saja pengumuman lelayu dari suara toa masjid yang menggelegar pagi-pagi usai jamaah menunaikan ibadah sholat shubuh. Hingga warga bertanya-tanya. Orang mana yang meninggal. Suasana semakin mencekam kala itu. Sudah dua kali kejadian di dekat kampungku dimana pesta pernikahan berdampingan dengan tenda takziah. Satunya bahagia, satunya berduka.
Akhir-akhir ini konser sudah merajalela dimana-mana. Orang
juga sudah jarang memakai masker seintens dahulu saat varian delta menginfeksi.
Merajalela dong haha. Tanggal 2 Oktober kemarin seorang band asal Irlandia
sedang melakanakan konser di Indonesia tepatnya di Yogyakarta (Candi Prambanan)
dengan tema “The Wild Dreams Tour”. Kebetulan cuacanya pas hujan dengan deras-derasnya
di wilayah Yogyakarta.
Sumber: pinterest |
Baru aja kemarin konser grup band asal Denmark yaitu MLTR
(Michael Learn to Rock) di Sleman City Hall. Udah dipastikan orang-orang yang
kenal grup band yang satu ini adalah orang-orang generasi millenial atau gen Y
karena grup band ini terbentuk pada tahun 1988. Sudah tiga puluh empat tahun
sudah. Kupastikan juga orang-orang generasi Z yang mengenal grup band ini
adalah orang-orang yang jiwanya tua atau old soul dan suka dengan slow rock
atau pop rock.
Sabtu malam kemarin pemuda kami seperti biasanya melaksanakan
rapat. Mereka menginginkan konser seperti acara yang hitz baru-baru ini. Gelora
anak muda dengan darah yang menggebu-gebu dan hasrat ingin menunjukkan eksistensinya
sebagai pemuda idealis mulai bermunculan. Orang yang sedang berjalan menuju
fase dewasa pasti melalui fase-fase seperti ini. Idealis tapi miskin
pengalaman, dan rasa menggebu-gebu ingin mengubah semuanya.
Track record yang buruk membuatku sangsi pada keinginan
mereka. Saling menyalahkan satu sama lain, saling lempar tanggungjawab, tidak
ikut serta membantu temannya yang sedang kesusahan saat event berlangsung, ditambah
mencari seribu alasan kesibukan untuk lari dari tanggungjawab. Sedang sibuk di
kampus lah dan macam-macam alasan lainnya. Tanda tangan proposal yang sangat
mundur dari tanggal yang telah ditentukan. Bahkan untuk urusan administrasi
sederhana seperti cap basahpun masih belum paham sama sekali. Skill komunikasi
negosiasi dengan tetua atau sesepuh kampung masih belum bisa. Apalagi untuk
melobi perusahaan seorang diri untuk mengajukan proposal seorang diri? Berani?
Mengambil dana proposal seorang diri pada perusahaanpun juga masih minim pengalaman.
Piranti apa saja yang harus dibawa saat mengambil dana yang sudah cair dari
perusahaanpun masih minim dan tidak tahu juga. Desain kaos yang mundur puluhan
hari turut memperkeruh suasana.
Idealis memang harus. Tapi harus juga diimbangi dengan
perasaan realistis. Realistis terhadap track record dalam menghandle kegiatan
di kampungpun ogah-ogahan. Apalagi ingin menghandle sesuatu yang lebih besar
dengan kerumunan yang lebih besar lagi?
Perlunya analisis SWOT dan sadar diri. Strength yang berarti
kekuatan. Weakness artinya kelemahan. Opportunities yang artinya kesempatan dan
Threat yang artinya ancaman. Kekuatan apa dalam diri untuk mendukung event
penyelenggara konser? Skill negosiasi dengan orang-orang udah bisa? Kelemahan
apa saja? Jangan-jangan buta akan kelemahan diri sendiri. Untuk kesempatan
sudah terbuka luas. Ancamannya apa saja? Sikut-sikutan antar peserta konser dan
seringnya orang mabuk dan rusuh sudah dipikirkan matang-matang? Apa malah
panitianya juga ikut mabuk minuman keras dan ikut kerusuhan juga?
Ah dasar. Pemuda emang begitu. Miskin aksi tapi buta melihat
kapasitas diri.
Bantul, 07 November 2022
10:32 WIB
Komentar
Posting Komentar