“Yak?”
“Iya gimana?”
“Aku tahu kamu sudah capek kan?”
Aku tertawa. Tidak salah lagi. Kepribadian kita yang sama
membuatku sama saja berhadapan dengan orang yang sama sepertiku. Tidak bisa
berbohong.
“Iya hahaha. Kamu denger kan aku udah menghela napas
berkali-kali dan ceritaku sudah tidak se excited tadi.” Jawabku.
Sekarang gantian aku yang mulai menerawang dia.
“Aku tahu kamu juga capek kan?”
Gantian dia yang tertawa. Tanpa jawaban iya pun
masing-masing dari kita sudah tahu kalau kita sama-sama capek kebanyakan
ngomong. Gantian dia lagi yang kini menyerangku.
“Kamu seharian ini nggak ngobrol sama orang kan?”
Sialan dia mulai menerawangku lagi hahaha. Tanpa dijawabpun
kita sudah tahu jawabannya.
“Iya haha.” Jawabku singkat.
“Aku juga udah tahu.” Balasnya.
“Dari Senin sampai Sabtu aku capek berhadapan dengan banyak
orang.”
“Iya aku tahu.”
“Aku pengen sendiri untuk ngecharge.”
“Iya aku juga tahu. Tapi jangan sampai kita terlalu lama
tidak ngomong sama orang lain. Nanti kita yang kalut sendiri.”
“Iya aku tahu.” Jawabku singkat
“Nah ini aku sebenarnya pengen tahu kenapa kita begini-begitu.
Dan kenapa kita berbeda dari orang lainnya?” Tanyaku.
“Udahlah. Kamu nggak perlu validasi dari orang lain. Ya
cukup diterima aja. Kita juga udah tahu kalau kita begini.”
“Iya juga sih”
“Iya juga sih. Iya juga sih.”
“Lah aku harus jawab apa?
“Aku juga cuma asal bicara.”
“Hahaha. Menurutku hal seperti ini bisa jadi kekuatan
sekaligus kekurangan lho.”
“Lah emang begitu. Tapi kalau kamu terus cari validasi dari
banyak orang kamu akan capek sendiri.”
“Tapi kan aku kepo. Faktor apa yang bisa membentuk kita jadi
manusia seperti ini.”
“Nggak perlu tahu. Cukup diterima aja.”
“Oke. Berarti aku harus menerima dan berhenti cari validasi
dari orang lain kan?”
“Iyaa. Masalah nanti ketemu apa enggak yang penting kan
nerima dulu.”
“Okelah.”
Memiliki
kepribadian yang sama dengan sekitar jumlah pemilik kepribadian 1,5% di muka
bumi menjadikanku merasa berbeda dengan orang kebanyakan. Jika aku menemui 1000
orang maka kemungkinan orang yang memiliki kepribadian yang sama denganku hanya
berjumlah 15 saja. Sungguh langka. Dan akhirnya aku menemukan seorang teman
sekolah yang memiliki kepribadian yang sama denganku. Antara bahagia dan horror
juga. Bahagia karena menemukan orang yang nyambung banget ngobrol dengan apa yang
kita rasakan karena kebanyakan orang tidak memahami apa yang kita rasakan. Banyak
penghakiman dari kebanyakan orang yang membuatku tentu saja tidak nyaman. Horrornya adalah kita nggak perlu ngomongpun udah
tahu apa yang ada di pikiran kita masing-masing. Udah kayak dua dukun telepati
rasanya. Hahaha.
Bantul, 12 September 2022
01:10 WIB
Makhluk langka dong. Harus dijaga biar kagak punah.
BalasHapusIya om wkwk. Perlu dijaga dan dilestarikan ini :D
HapusWah beruntungnya dari 1,5% bisa nemu teman satu sekolahan yang masuk 1,5% juga :D
BalasHapushihi iya kak akhirnyaaa menemukan orang langka yang sefrekuensi juga wkkw
HapusSetiap manusia itu unik. Tapi kalo bisa ketemu sama orang yang sama-sama unik keren bangeeet ya mba.... Mantap
BalasHapushihi sama-sama aneh lebih tepatnya kak :D
Hapus