September sudah berakhir. Dua tahun yang lalu, di saat akhir bulan September, timeline yang lagi hitz adalah lagunya Greenday. Wake Me Up When September End. Pada bulan Oktobernya, kami, kelas tiga SMK akan meninggalkan kota masing-masing menuju daerah PKL. Luar kota kebanyakan. Ada juga yang luar pulau. Memang dramatis ya, kayak nggak akan pulang bertahun-tahun kemudian aja, haha.
Ada satu peristiwa sejarah di akhir Bulan September yakni Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia singkatnya G 30 SPKI. Timeline instagram pun penuh dengan acara nobar film Pengkhianatan PKI. Lokasinya ada yang di Balai Desa, Masjid, dan lainnya. Kebanyakan timeline yang aku baca sih di Masjid seperti di Masjid Mini Baiturrahman Aceh, Masjid Pogung Dalangan, Masjid Jogokariyan, dan lainnya.
Aku ngerasa kalau cuma aku kayaknya yang belum pernah nonton film tersebut. Tolong, seseorang ceritakan padaku intinya aja. Menguras rasa penasaran juga sebenarnya. Berawal dari rasa penasaranku, maka kami memutuskan untuk nobar film Pengkhianatan PKI di Masjid Jogokariyan. Agenda Sabtu malam oiy, kalau malam Minggu haram hukumnya untuk disebut :D
Kami bertiga, aku, Mbak Lisa, dan Mbak Ninggar janjian habis Maghrib langsung cus ke lokasi. Ternyata aku dan Mbak Lisa baru mandi pukul enam lebih. Padahal Mbak Ninggar udah ngebut dari Sleman biar ontime. Huaaa, maafkan kami mbak wkwk. Sebenernya, cuma ngumpulin niat untuk mandi aja yang lama. Mandinya aja wus wus kok. Ngeles mode on.
Sampai di Masjid Jogokariyan, iqomah baru aja selesai. Jamaah udah berdiri semua. Jamaah sampai ke teras masjid. Banyak banget. Kami, berjalan di depan barisan laki-laki. Rasa malu belum tak buang saat itu. Aku lantas berjalan sambil nunduk tanpa tengok kanan kiri. Maluuu dilihat jamaah laki-laki sebanyak itu.
Acara pertama pembukaan diisi dengan berdoa. Kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza dengan posisi berdiri. Bagi yang belum hafal, lirik Indonesia Raya tiga stanza ada di layar ya. Jamaah bersemangat sekali menyanyikannya. Masjid Jogokariyan bergema. Jujur, aku merinding dibuatnya.
Yeay, acara inti yakni nobar oiy. Efek suara saat film diputar seperti film Suzanna. Jadul dan buat merinding gimana gitu. Tibalah adegan saat Ade Irma Suryani di tembak dan tewas. Ade Irma digendong ibunya kemudian. Terdengar suara sesenggukan. Ternyata, Mbak-mbak sebelahku nangis. Sementara aku, tergugu tak menghayati apapun.
Saat jendral di siksa pun aku tak punya nyali untuk melihat ataupun mendengar sound. Kututupi telinga kenceng-kenceng sambil menunduk. Udah kayak orang depresi. Kulihat samping kanan kiri. Kok pada tega ya lihat adegan tersebut. Tanpa mengedipkan mata pula. Tulari aku keberanian mu dong mbak. Plissss.
Waktu menunjukkan 23.21 WIB. Mbak Ninggar udah disuruh pulang. Apa dayaku karena aku juga membonceng Mbak Ninggar, haha. Ini mana ya sandalku? Lampu nya dimatiin pula. Mau nyalain senter hape takut jadi pusat perhatian. Jiahhh udah pada persiapan ternyata. Mbak Ninggar dan Mbak Lisa memakai masker. Tinggallah aku sendirian bak tontonan saat lewat. Pelajaran malam itu. Sedia masker saat bepergian.
Ada satu peristiwa sejarah di akhir Bulan September yakni Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia singkatnya G 30 SPKI. Timeline instagram pun penuh dengan acara nobar film Pengkhianatan PKI. Lokasinya ada yang di Balai Desa, Masjid, dan lainnya. Kebanyakan timeline yang aku baca sih di Masjid seperti di Masjid Mini Baiturrahman Aceh, Masjid Pogung Dalangan, Masjid Jogokariyan, dan lainnya.
Aku ngerasa kalau cuma aku kayaknya yang belum pernah nonton film tersebut. Tolong, seseorang ceritakan padaku intinya aja. Menguras rasa penasaran juga sebenarnya. Berawal dari rasa penasaranku, maka kami memutuskan untuk nobar film Pengkhianatan PKI di Masjid Jogokariyan. Agenda Sabtu malam oiy, kalau malam Minggu haram hukumnya untuk disebut :D
Kami bertiga, aku, Mbak Lisa, dan Mbak Ninggar janjian habis Maghrib langsung cus ke lokasi. Ternyata aku dan Mbak Lisa baru mandi pukul enam lebih. Padahal Mbak Ninggar udah ngebut dari Sleman biar ontime. Huaaa, maafkan kami mbak wkwk. Sebenernya, cuma ngumpulin niat untuk mandi aja yang lama. Mandinya aja wus wus kok. Ngeles mode on.
Sampai di Masjid Jogokariyan, iqomah baru aja selesai. Jamaah udah berdiri semua. Jamaah sampai ke teras masjid. Banyak banget. Kami, berjalan di depan barisan laki-laki. Rasa malu belum tak buang saat itu. Aku lantas berjalan sambil nunduk tanpa tengok kanan kiri. Maluuu dilihat jamaah laki-laki sebanyak itu.
Acara pertama pembukaan diisi dengan berdoa. Kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza dengan posisi berdiri. Bagi yang belum hafal, lirik Indonesia Raya tiga stanza ada di layar ya. Jamaah bersemangat sekali menyanyikannya. Masjid Jogokariyan bergema. Jujur, aku merinding dibuatnya.
Yeay, acara inti yakni nobar oiy. Efek suara saat film diputar seperti film Suzanna. Jadul dan buat merinding gimana gitu. Tibalah adegan saat Ade Irma Suryani di tembak dan tewas. Ade Irma digendong ibunya kemudian. Terdengar suara sesenggukan. Ternyata, Mbak-mbak sebelahku nangis. Sementara aku, tergugu tak menghayati apapun.
Saat jendral di siksa pun aku tak punya nyali untuk melihat ataupun mendengar sound. Kututupi telinga kenceng-kenceng sambil menunduk. Udah kayak orang depresi. Kulihat samping kanan kiri. Kok pada tega ya lihat adegan tersebut. Tanpa mengedipkan mata pula. Tulari aku keberanian mu dong mbak. Plissss.
Waktu menunjukkan 23.21 WIB. Mbak Ninggar udah disuruh pulang. Apa dayaku karena aku juga membonceng Mbak Ninggar, haha. Ini mana ya sandalku? Lampu nya dimatiin pula. Mau nyalain senter hape takut jadi pusat perhatian. Jiahhh udah pada persiapan ternyata. Mbak Ninggar dan Mbak Lisa memakai masker. Tinggallah aku sendirian bak tontonan saat lewat. Pelajaran malam itu. Sedia masker saat bepergian.
Komentar
Posting Komentar