Begitu ku buka aplikasi whatsapp, ratusan pesan memenuhi hapeku. Untungnya, semua grup sudah ku bisukan. Aman jadinya :D
Ada yang menarik dari pesan tersebut. Grup whatsapp karang taruna desa ratusan pesan. Guilakk. Biasanya tidak seramai ini. Ternyata ada dua anggota karang taruna yang mengulang hari lahir nya di Bulan Oktober. Mas Hary dan Mbak Irda. Ucapan selamat dan doa datang bertubi-tubi di grup. Tanpa ba bi bu, mereka berdua langsung booking warung nasi goreng di dekat rumahku.
Aku yang hanya menjadi silent reader grup, tetiba di japri untuk datang ke tkp. Padahal aku lagi asyik-asyiknya membaca Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin dan terkantuk-kantuk di meja. Aku membaca novel dalam bentuk buku, bukan PDF yang di share di grup ODOP. Baru sampai halaman empat puluhan. Greget banget ceritanya.
Setelah ganti baju, aku langsung berjalan ke tkp. Iya jalan. Aku malas memakai sepeda ataupun motor. Lokasi cuma selemparan batu dari rumah kok. Jam menunjukkan pukul 21.19. Ternyata ya, jalanan kampung sepi banget. Jalan sendiri pula. Kenapa aku jadi parno begini. Ini gegara aku scroll grup ODOP dan mereka baru mbicarain kuyang. Sialan. Merinding juga ternyata.
Sampai tkp, udah banyak temen karang taruna yang sudah sampai. Baru saja aku tiba sudah ditawari mau pesan apa. Seperti biasanya, aku mesan nasi goreng dan minum tanpa es. Bagi anak muda, minuman tanpa es itu selera orang tua. Ah, biarin. Yang minum siapa yang nyinyir siapa haaaa? #sarkatismodeon.
Nasi nya sudah habis sejak aku belum sampai tkp. Yaudah bakmi goreng saja. Seperti biasanya, kalau karang taruna kumpul hal yang meramaikan adalah saling bully membully. Urusan jodoh. Haisss kenapa urusan yang satu ini. Aku sebenarnya masih merasa terlalu kecil untuk dilibatkan hal yang sensitif itu. Anak kecil minggir. Anak kecil minggir.
Uang dua ratus ribu dipegang. Uang tersebut dari Pak Lurah. Pak Lurah secara tidak sengaja datang ke lokasi yang dekat dengan tkp makan-makan. Cihuyy, ronde kedua makan-makan bersama karang taruna akan tiba hahaa. Sesuai permintaan si pengulang hari lahir. Terima kasih pak Lurah atas traktirannya.
Satu per satu anggota pergi ke rumah masing-masing. Aku masih berbincang-bincang dengan Mas Bayu, Mas Ikhsan, dan si pengulang hari lahir yakni Mas Hary. Sederhana sekali, kami berbincang di depan warung. Tepatnya jalan umum samping masjid.
“Plokkkk”’
Beberapa suara telur terceplok di kepala mas Hary. Aku ketawa kemudian sambil menyingkir. Tak lupa, jutaan butiran tepung terigu menyelimuti kepalanya. Siap untuk di goreng.
Malam itu, mas Hary nyepeda dari rumahnya. Entah keadaan sudah mandi atau belum yang jelas mandi lagi adalah pilihan. Teman-teman mengabadikan mas Hary yang sedang mencuci bajunya di kamar mandi masjid. Aku tak henti-hentinya ketawa. Nelangsa banget kelihatannya. Semoga sampai rumah tidak masuk angin ya, haha.
Ada yang menarik dari pesan tersebut. Grup whatsapp karang taruna desa ratusan pesan. Guilakk. Biasanya tidak seramai ini. Ternyata ada dua anggota karang taruna yang mengulang hari lahir nya di Bulan Oktober. Mas Hary dan Mbak Irda. Ucapan selamat dan doa datang bertubi-tubi di grup. Tanpa ba bi bu, mereka berdua langsung booking warung nasi goreng di dekat rumahku.
Aku yang hanya menjadi silent reader grup, tetiba di japri untuk datang ke tkp. Padahal aku lagi asyik-asyiknya membaca Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin dan terkantuk-kantuk di meja. Aku membaca novel dalam bentuk buku, bukan PDF yang di share di grup ODOP. Baru sampai halaman empat puluhan. Greget banget ceritanya.
Setelah ganti baju, aku langsung berjalan ke tkp. Iya jalan. Aku malas memakai sepeda ataupun motor. Lokasi cuma selemparan batu dari rumah kok. Jam menunjukkan pukul 21.19. Ternyata ya, jalanan kampung sepi banget. Jalan sendiri pula. Kenapa aku jadi parno begini. Ini gegara aku scroll grup ODOP dan mereka baru mbicarain kuyang. Sialan. Merinding juga ternyata.
Sampai tkp, udah banyak temen karang taruna yang sudah sampai. Baru saja aku tiba sudah ditawari mau pesan apa. Seperti biasanya, aku mesan nasi goreng dan minum tanpa es. Bagi anak muda, minuman tanpa es itu selera orang tua. Ah, biarin. Yang minum siapa yang nyinyir siapa haaaa? #sarkatismodeon.
Nasi nya sudah habis sejak aku belum sampai tkp. Yaudah bakmi goreng saja. Seperti biasanya, kalau karang taruna kumpul hal yang meramaikan adalah saling bully membully. Urusan jodoh. Haisss kenapa urusan yang satu ini. Aku sebenarnya masih merasa terlalu kecil untuk dilibatkan hal yang sensitif itu. Anak kecil minggir. Anak kecil minggir.
Uang dua ratus ribu dipegang. Uang tersebut dari Pak Lurah. Pak Lurah secara tidak sengaja datang ke lokasi yang dekat dengan tkp makan-makan. Cihuyy, ronde kedua makan-makan bersama karang taruna akan tiba hahaa. Sesuai permintaan si pengulang hari lahir. Terima kasih pak Lurah atas traktirannya.
Satu per satu anggota pergi ke rumah masing-masing. Aku masih berbincang-bincang dengan Mas Bayu, Mas Ikhsan, dan si pengulang hari lahir yakni Mas Hary. Sederhana sekali, kami berbincang di depan warung. Tepatnya jalan umum samping masjid.
“Plokkkk”’
Beberapa suara telur terceplok di kepala mas Hary. Aku ketawa kemudian sambil menyingkir. Tak lupa, jutaan butiran tepung terigu menyelimuti kepalanya. Siap untuk di goreng.
Malam itu, mas Hary nyepeda dari rumahnya. Entah keadaan sudah mandi atau belum yang jelas mandi lagi adalah pilihan. Teman-teman mengabadikan mas Hary yang sedang mencuci bajunya di kamar mandi masjid. Aku tak henti-hentinya ketawa. Nelangsa banget kelihatannya. Semoga sampai rumah tidak masuk angin ya, haha.
Komentar
Posting Komentar