Hakim mengendarai motor di belakangku.
Sementara itu, Fuad berada di depanku. Fuad, juru peta pada misi kali ini.
Sebelumnya, kami janjian terlebih dahulu di mantan sekolah kami tercinta.
Sekolah Menengah Kejuruan yang berada di kota Yogyakarta.
Adzan maghrib sudah berlalu puluhan menit
yang lalu. Aku merapatkan jaketku sepenuhnya lalu membenarkan posisi kacamataku
tiap berhenti di lampu merah. Sore tadi, hujan menghujani kota Yogyakarta dengan
air. Bukan kenangan. Suasana inilah yang membuatku kerap kali membenarkan
kacamataku agar pandanganku tidak semakin mengabur oleh factor lensa dan embun
nafas.
Dari sekolah, kami bergerak ke arah station
Lempuyangan. Namun bukan itu tujuan kami. Kami bergerak di jembatan layang lalu
menuju Universitas Gadjah Mada. Dari belakang aku melihat Fuad jaraknya sudah
menjauh. Ku gas motorku agar tidak kehilangan jejaknya. Lampu merah gramedia
Sudirman Yogyakarta berwarna hijau sementara aku jauh di belakang Fuad.
“Yes” teriakku dalam hati.
Aku berhasil tepat di belakang Fuad dengan
jarak 2m. Masih dengan kecepatan 60km/jam, lampu sein Fuad tiba-tiba menyala ke
arah kanan. Mataku menyipit. Fokus akan gerak-gerik Fuad.
“Bremmmmmm”
Fuad secepat kilat belok arah kanan. Lampu
hijau berubah menguning. Sementara itu, motor matic depanku berhenti
tiba-tiba. Aku gelagapan. Refleks, aku
menghindari dengan cara membelokan stang motor ke kanan secepat mungkin. Aku
sadar, aku baru saja hampir menabrak motor matic itu. Ban depanku hanya
beberapa centi saja dari bemper motor matic itu. Aku hanya istighfar setelah
memasuki jalan cik di tiro. Jantungku berdebar lebih kencang dari biasanya.
Seluruh ototku serasa melemas.
Titik hujan yang intensitasnya ringan
sepanjang jalan sutomo kini bertambah deras ketika kami memasuki Jalan Cik Di Tiro.
Fuad memberi kode nyala sein ke kiri. Aku menyalipnya sehingga bisa berada di
depannya.
“Gilaaaaa kamu Ad” kataku.
Fuad diam saja. Tidak tahu kejadian baru
saja yang menimpaku. Dengan tangan gemetaran. Aku memakai jas hujanku. Fuad
terlihat duduk santai di jok motornya. Ternyata, dia nggak bawa jas hujan. Aku
menepuk dahi. Dia lupa menaruh jas hujannya.
Kupinjamkan jaket hujan ku kepadanya. Iya
jaketnya. Celananya soalnya kupakai. Kalau pakai jas hujan batman berlengan
panjang pasti rokku basah kuyup. Makanya aku pakai dobel model. Padahal, aku
sudah mencari jas hujan batman lengan panjang plus celananya, tapi tidak
kutemukan. Tidak Cuma satu toko, tapi bertoko-toko. Hiks.
Tiba di Jalan Monjali hujan reda. Hanya terlihat
pengendara dari arah selatan saja yang memakai jas hujan. Adzan Isya terdengar
jelas di sepanjang jalan. Fuad menepi kan motornya.
“Mau ngapain Ad?”
“Beli martabak”
“Lah??? Tak kira tadi mau ke masjid”
Karena hujan
reda, aku dan Hakim mencopotnya. Fuad, dengan etelnya masih memakai. Mungkin
sebagai jaket tambahan.
Kami melanjutkan perjalanan. Hawanya dingin sekali.
Jaket yang kupakai sepertinya tertembus air.
Komentar
Posting Komentar