Kamu tidak lupa kan?
Sewaktu kita kecil, tepatnya empat belas tahun silam
ketika kau dan aku dalam tahap akhir balita. Tak peduli bahwa aku ini
perempuan, kamu selalu mengajakku bermain layangan di sawah. Menarik ulur senar
hingga buat lupa saatnya waktu makan siang. Kampung halaman kami yang dulunya
hijau menghampar kini berubah menjadi pondasi bangunan.
Ramadhan, memang berkesan. Tempat tongkrongan yang
paling utama ialah masjid. Setelah subuh, hal yang paling sering kami lakukan
ialah jalan-jalan. Padahal lumayan untuk menguras tenaga. Masih dengan memakai
mukena dan sarung tentunya melewati jalan setapak sawah. Apalagi kalau hari
belum terang, lewat jalan rerimbun pun kami hindari. Udara yang masih dingin,
segar kami hirup seleganya. Merangkai bando dengan bunga yang tumbuh liar.
Duduk beralaskan sandal masing-masing. Kau masih ingat susasana kampung saat
itu kan?
Atau saat tetangga mempunyai acara hajatan. Sedang ibuk
kami memasak di dapur menyiapkan makanan, tanpa rasa bersalah kami bermain
petak umpet. Yap, saat dunia sudah malam. Gedebak-gedebuk kaki kami yang
beralaskan sandal kesana kemari mengganggu tidur tetangga. Saat menyeruput teh
lalu memuntahkan seketika karena begitu panasnya. Kami mengapungkan gelas
berisi teh manis panas itu ke dalam ember. Setelah habis, meninggalkan gelas
tidak pada tempatnya lalu kabur.
Aku rindu. Rindu suasana kampung dulu.
Yogyakarta, 28 Januari 2017
00:08 WIB
Komentar
Posting Komentar