Di hari pagi yang cerah,
aku melangkahkan kakiku. Sekedar jalan-jalan untuk melepaskan belenggu apapun
di rumah. Aku bosan melihat setumpuk buku, pulpen yang berserakan, dan tentu
pula kertas yang berantakan. Mataku pun begitu. Jenuh menatap layar berjam-jam,
melihat tut tut keyboard ataupun memakai kacamata. Kini, rasa jenuh sukses
menguasaiku.
Kini aku sampai di sebuah
jembatan sungai tengah desa. Duduk menyendiri. Sedang disana anak kecil nampak
bermain bersama teman-temannya. Kuperhatikan mereka dari kejauhan. Anak kecil,
tawa dan riang adalah dua hal yang tak terpisahkan. Mereka berlari, jatuh
kemudian. Menangis tersedu sekejap. Lalu bangkit lagi. Dan itu adalah sebuah
pembelajaran buatku. Ketika gagal, jatuh sebentar, lalu bangkit kemudian.
Aku menyukai anak kecil.
Tak tahan rasanya melihat sisi kelucuan yang begitu polosnya tanpa mencubit
gemas pipinya. Kurang afdhol. Melihatku duduk sendirian, mereka menghampiriku.
Kuajak mereka ke tepi sawah. Mengambil bunga liar yang tangkainya panjang.
Setelah dirasa cukup, kuajak mereka membuat bando dari bunga tersebut. Aku
hanya tersenyum, tatkala rangkaian bunga mereka kurang rapi. Kuambil batang
padi sisa. Kugunakan untuk menali, mengencangkan ikatan. Kubuat melingkar lalu
jadilah sebuah bando cantik, sederhana yang berasal dari bunga liar. Mereka
tampak senang. Aku turut senang pula.
Terkadang aku berfikir.
Manusia mana yang tega melukai malaikat kecil itu? Mereka seharusnya
dilindungi, bukan disakiti. Lalu, dua anak kecil menghampiriku. Tampaknya
mereka tertarik dengan bando yang aku buat. Melihat raut wajah mereka, aku tak
tega. Segera kuberikan bando tersebut. Mereka berterimakasih kepadaku. Lalu
berlarian kejar-kejaran. Ya, sama sepertiku dan adikku dulu.
Komentar
Posting Komentar