Tatapan tak percaya, begitu
kuamati wajah mereka. Aku juga tak percaya dengan semua ini. Kami mengenakan
seragam Pramuka dengan sepatu hitam. Terlihat tas carrier berada di punggung
tiap peserta.
“Pritttttt”
Aku mulai
melangkahkan kakiku. Tas di punggungku terasa berat sekali. Berjalan bersama ke
empat kawanku. Peta berisi selembar kertas. Aku hafal sekali. Ini adalah screen
shoot dari google map. Huft aku mendengus kesal. Sore ini mendekati jam empat
sore. Kami melangkahkan kami. Menyusuri tiap gang hingga jalan raya. Lemak
mulai terbakar. Keringat menetes perlahan membasahi baju.
Aku duduk
di trotoar. Melemaskan otot kakiku. Meletakkan tasku yang begitu berat. Aku
memijit punggungku perlahan.
“Sini, tas mu” Nando mengangkat carrierku.
“Makasih ya”
Aku
melihat Nando juga membawa tas carrier berwarna merah. Sementara carrierku
berwarna biru. Carrier nya dibawa dibelakang punggungnya. Sementara carrierku
di gendong di bagian depan dadanya.
“Gakpapa Ndo?”
“Enggak, malah seimbang kok” Ia tersenyum.
Nando
memang bertubuh tinggi. Kira-kira 170 cm. Badannya berisi. Nampak seperti anak
kuliahan. Walaupun begitu, ia masih kelas sepuluh. Satu tingkat di bawahku.
Rambutnya agak merah. Wajahnya lebih mirip Korea di banding Indonesia. Baru beberapa
menit kenal, ia sudah menolongku.
“Arahnya ke mana ya?”
Aku membaca peta. Berfikir sebentar lalu berkata.
“Belok kiri”
“Udah mendekati Maghrib. Ayo cepat ”
Kami
mulai mempercepat langkah. Suasana semakin lama semakin gelap. Namun kendaraan
di jalan makin ramai. Berjalan memakai seragam Pramuka lengkap. Menggendong tas
carrier dengan muatan penuh. Tatapan-tatapan aneh tak asing kami lihat. Kami
terlampaui biasa dengan sorot mata tersebut. Berulang kali ada yang menggoda
kami.
“Salam Pramuka” dengan suara semi mengejek. Mereka
menyelip kami. Lalu, tak lama kemudian terdengar suara tawa terkikik yang
terbawa angin. Hingga terdengar di telinga kami. Kami sudah biasa. Tak mempan
amarah terpancing.
“Ini posnya di Alun-Alun Utara” teriakku.
“Iyakah?”
“Iya, lihat ini. Kita dari arah utara ke barat menuju
Jalan Ibu Ruswo. Lalu ada pos”
“Iya memang benar. Ayo cepatkan langkah.
Semanggaaaatttt”
***
“Siap grakk”
“Setengah lencang kanan grak”
“Tegak grak”
“Lapor. Kami dari sangga terakhir. Sangga keenam siap
melaksanakan tugas”
“Laporan saya terima. Silahkan lanjutkan perjalanan.
Terimakasih”
Aku
menghela nafas. Kami diberi sebuah peta lagi. Rutenya lebih jauh daripada yang
tadi. Aku benar-benar lelah. Aku sudah tak kuat lagi. Suasana alun-alun ramai.
Apalagi ada dangdut. Semakin ramai saja. Kami beristirahat sebentar lalu Shalat
Maghrib di Masjid Gedhe Kauman.
“Masih kuat”
“Masih, Kak”
Aku hanya terdiam saja.
Kini, aku kembali membawa bawaanku sendiri. Ini kali pertamaku melakukan
perjalanan jauh dengan berjalan kaki. Ditambah barang bawaanku yang berat serta
memakai seragam pramuka lengkap. Dari arah Alun-Alun Utara aku membaca peta.
“Kita akan menuju
Universitas PGRI Yogyakarta” Kataku lirih.
Beberapa menit kemudian
kami sudah di UPY, lalu belok kiri. Aku semakin penasaran. Awas saja kalau
sampai lewat depan rumahku. Aku bakalan pulang. Dari UPY menuju Brajan. Ini
sudah terlalu dekat dengan rumahku. Aku mau pulang lalu tidur nyenyak malam
ini. Di kantongku terdapat hapeku. Aku bisa saja mengambil hape lalu menelfon
orang rumah. Aku mau di jemput sekarang. Tetapi, apakah aku mau menyerah begitu
saja dengan keadaan seperti ini. Aku tak mau menjadi lemah seperti ini. Aku,
harus menyelesaikan ini. Harus.
Komentar
Posting Komentar