Aku duduk di bangku,
depan kelas sebelah. Sengaja aku menghindar dari suhu 16° Celcius di dalam
kelas. Telapak tanganku yang sedingin es dan pucat tak memberhentikanku untuk
menggosok-gosok bak membuat magnet. Di sampingku, Dina sedang memegang buku
tulis kimianya. Dengan tatapan bingung menghadap buku tulis kimianya.
Kadangkala pulpen yang ia bawa, di pakai untuk menggaruk kepalanya. Walaupun
tak gatal sama sekali.
Kulihat Eko baru
saja menjejakkan kakinya di lantai dua. Eko memang terkenal dengan
kepandaiannya. Ekspresi Dina langsung berubah. Senyum tersungging di bibirnya.
“Ko, kamu tahu cara
ngerjain PR kimia tentang laju reaksi yang ini?” Dina langsung saja
menghampirinya dan menyodorkan buku tulis kimia nya ke wajah Eko.
“Aku nggak tahu e
Din. Kelasku belum sampai materi itu” Wajah Dina kembali lesu. Sementara itu,
Eko hanya senyam-senyum karena ketidaktahuannya.
“Weh, bukannya hari
ini juga ada PR tentang itu Ko?” Andre menyela.
“Hari ini??? Nanti
ada jadwal Kimia kah?” Mata Eko mendelik dengan ekspresi bingung.
“Ya ada” Andre
begitu mantap mengucapkannya.
Ku lihat senyum Eko
berubah drastis. Sekarang, hanya nampak wajah kebingungan, tak percaya, jengkel
lalu bercampur menjadi satu.
“Yakin nanti ada
pelajaran Kimia???” Eko masih tak percaya.
“Yakin. Seratus
persen!!!” Andre bersikukuh dengan pendapatnya.
“Biarin ah. Lupa
aku” Eko masih senyam senyum sambil menendangkan kakinya ke udara. Berlalu
begitu saja meninggalkan kami. Setelah Eko masuk kelas, kami meledakkan tawa.
***
Suasana kelas kini
sepi. Hanya terdengar gesekan antara ujung spidol dengan whiteboard.
“Loh Yog, tiga
pangkat b sama dengan 9 kok hasilnya tiga?”
Dina memecah
kesunyian dengan ketidakrelaan angka 3 sebagai hasilnya. Galih yang sudah
kembali ke tempat duduknya bingung.
“Oh iya ya. Tiga
pangkat tiga kan dua puluh tujuh” Galih menepuk jidatnya. Tanpa menunggu lebih
lama lagi, Galih maju ke papan tulis membenarkan jawabannya. Galih kembali lagi
ke tempat duduknya.
“Loh Yog, dua
pangkat a sama dengan satu. Kok hasilnya satu?” Dina kembali menunjukkan rasa
ketidakrelaannya lagi.
“Lah, terus
jawabannya berapa?” Galih sibuk mengutak atik kalkulatornya.
“Ya nol lah lih” Aku
menyahut.
Galih kembali
menepuk jidatnya.
“Oh, iya ya aku
lupa. Semua bilangan yang di pangkatkan nol kan hasilnya satu”
Galih malah tertawa
dengan kesalahan yang diperbuatnya. Kembali lagi Galih mondar mandir untuk
membenarkan jawabannya.
Entah, di Hari Senin
kemarin banyak orang yang belum bangun dari ‘mimpinya’. Sementara itu, aku
hanya menatap kosong papan tulis. Berharap aku cepat tersadar dari mimpiku.
18 Agustus 2014
Komentar
Posting Komentar